BATIK: A SPIRITUAL LEGACY
By Herdiana Surachman (in Interview with Ms.Era Soekamto, Creative Director of Iwan Tirta Private Collection)
I never would have thought that a conversation about Batik would lead to the realm of spiritual understanding. This is a realm that is contained within the many Javanese Batik motifs that have long been a part of Indonesia's cultural life. Ms. Era Soekamto, the creative director of Iwan Tirta and a big name in the Indonesian fashion industry, spoke to me about Batik and the importance of preserving these handmade creations in the modern era.
Ms. Era Soekamto began her career as a fashion designer in 1997, winning the Asian Young Designer Contest in Singapore that same year. She became heavily involved in history and culture after Mr. Iwan Tirta passed away in 2010. The Iwan Tirta label appointed Ms. Era to continue the maestro's legacy, a role she holds to this day. Ms. Era sees Mr. Iwan Tirta's legacy as being in harmony with her own calling; it's not just about art, but something much bigger.
Not many people know that the ancient motifs in Batik contain universal wisdom, which is a core part of Indonesia's identity. This is because Indonesian ancestors preserved history not only by writing on palm leaves but also through Batik motifs. Ms. Era Soekamto calls this a "sacred art," inspired by the sacred geometry that holds the concepts of God and the universe. Well-known geometric motifs such as Jlamprang (Nitik), Parang Kusumo, Mega Mendung, Kawung, and Lereng have always been a part of the journey of Javanese life in Indonesia.
Batik itself is a technique for making dots on cloth. However, the practice of creating Batik is not an easy one. “Batik is an active meditation,” Ms. Era said. It requires patience and focus. With 11,000 motifs in the Iwan Tirta library, 600 artisans who work under the brand, and Ms. Era's guidance, these motifs are cared for and preserved as masterpieces of national pride.
Batik is no ordinary textile. The manufacturing process can take anywhere from three months to a year, passing through several complicated stages. Even the temperature and sunlight during the drying process will affect the final result. “A handmade leather bag is expensive, but those who understand will buy it anyway. This needs to happen with Batik.” This makes Batik fabric alone a match for Haute Couture. It is 100% handmade and is more than just a textile; it holds a philosophy and an incomparably rich story behind it.
"I did not create Batik, but I am its caretaker,” Mr. Iwan Tirta once said. With 11,000 motifs in his collection, he argued that in addition to the ancient motifs containing universal wisdom, so many other nations have arrived in Indonesia, creating an assimilation that enriches the stories behind each Batik motif. From the history of traders from Gujarat, India, Persia, Arab, and China, to the colonialism of the Portuguese, Dutch, English, and Japanese, the true history of pluralism, ancient teachings, and the glory of the nation can all be explained through ancient Batik motifs.
In general, a Batik pattern tells a story. This story is what makes Batik so loved and collected. The stories within the motifs have made them symbols for certain ceremonies, such as birth, marriage, death, and ascension to the throne—not only in Batik for Javanese people but for the fabric of the archipelago as a whole.
So, it seems that when it comes to setting the price, the months of labor that go into creating a handmade Batik with every breath shed through a canting on cloth is unquestionable. This sacred, ancient art maintains its traditional manual techniques while incorporating innovative assortment techniques, becoming a leading face of the richness of Indonesia's cultured civilization.
A large production demand of up to 1,500 sheets per month, with each sheet measuring 2.5 to 3 meters in length, has allowed the business to survive for decades. This blend of vision, mission, and history with hereditary craftsmen who have inherited the skills of Batik techniques—not only through standard techniques that can be learned but also through the essence of taste that is closely related to spirituality—proves that Batik is indeed a legacy, both as knowledge and a way of life.
For Ms. Era Soekamto, Batik is a mission to inspire the world through its history and meanings, and to help the nation's next generation understand their true identity. Although most people do not explicitly know that each motif has a history behind it, it takes a lot of dedication to absorb its hidden spiritual knowledge and stories. She said, “Most of our customers are still Indonesian, who tend to feel a bond with Batik. When we tried to open our old archive of universal wisdom motifs and turn them into a collection, they loved it, and they loved the story behind it.”
Despite its heavy concept and vision, Batik is a generous act of preserving our identity in Indonesia. It's celebrated every Friday as Batik Day. You’ll see many people, both native Indonesians and expatriates, wearing Batik to school or the office. This scene is quite interesting every Friday. Although there is still a long way to go in understanding the story behind every motif, Batik will continue to color the cultured lives of the people of Indonesia, anytime and anywhere.
The original article is made to celebrate the essence of the finest craftsmanship for www.thebalveniecomission.com
===
BATIK: SEHELAI WARISAN SPIRITUAL
Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa membicarakan batik akan sampai kepada ranah pemahaman spiritual yang banyak terkandung didalam motif-motif batik Jawa yang telah lama ada didalam peradaban kehidupan berbudaya di Indonesia. Direktur Kreatif Iwan Tirta, salah satu nama besar dalam industri mode Indonesia khususnya Batik, Mbak. Era Soekamto berbicara pada Herdiana Surachman mengenai Batik dan pentingnya mempertahankan kreasi buatan tangan di era modern sekarang ini.
Memulai karir sebagai fashion designer di tahun 1997, Ms. Era Soekamto muncul pertama kali sebagai pemenang Asian Young Designer Contest. Dia banyak terlibat dalam gerakan sejarah dan budaya dalam perjalanan karirnya, setelah Bapak Iwan Tirta meninggal di tahun 2010, label Iwan Tirta menunjuk Ms. Era Soekamto untuk melanjutkan dan menjangga warisan sang maestro. Ms. Era melihat bahwa peninggalan Iwan Tirta selaras dengan panggilan hatinya, bukan hanya sekedar seni, namun lebih besar dari itu.
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa motif-motif kuno yang terdapat dalam batik menyimpan kebijaksanaan universal yang merupakan jati diri bangsa Indonesia. Hal ini bisa jadi karena para leluhur Indonesia mengabadikan sejarah tidak hanya melalui tulisan di daun lontar saja, namun dengan motif-motif batik, Ms. Era menyebutnya juga dengan sacred art yang banyak terinspirasi dari sacred geometry yang dibelakangnya banyak sekali tersimpan konsep ketuhanan dan alam semesta.
Batik sendiri sebenarnya merupakan teknik membuat titik-titik diatas kain, namun dibalik itu semua membatik bukannya hal yang mudah, “Membatik adalah meditasi aktif” tutur Ms. Era, butuh kesabaran dan fokus dalam membatik. Dengan 11.000 motif yang ada diperpustakaan Iwan Tirta hingga saat ini, 600 pengerajin yang bernaung dibawah nama Iwan Tirta melalui arahan Ms. Era, merawat dan melestarikan motif-motif ini dalam maha karya kebanggaan bangsa.
Batik bukanlah tekstil biasa, pembuatannya sendiri dapat memakan waktu 6 bulan hingga 1 tahun lamanya, melalui beberapa tahapan proses yang rumit, temperatur, dan cahaya matahari pun memengaruhi hasil akhirnya. “Tas kulit buatan tangan mahal harganya, tapi bagi orang-orang yang mengerti tetap akan membelinya. Hal seperti ini pun harus terjadi pada Batik”. Hal ini menjadikan kain Batiknya saja melebihi Haute Couture, dengan 100% buatan tangan, sekali lagi batik bukanlah tekstil biasa, ditambah ada filosofi dibelakangnya.
“Saya tidak mencipta batik, tapi saya mengasuh batik selayaknya caretaker” Bapak Iwan Tirta pernah mengemukakan hal itu, dari 11.000 motif yang ada, selain motif kuno yang banyak mengandung kebijaksaan universal, banyaknya bangsa pendatang ke Indonesia, menciptakan motif asimilasi yang semakin memperkaya cerita dibalik sebuah motif Batik.
Secara umum, Batik memanglah kain yang bercerita, dan cerita inilah yang membuat batik banyak dicintai dan dikoleksi. Cerita yang ada didalam motif batik mengantarkannya menjadi simbol untuk upacara tertentu seperti kelahiran, pernikahan, kematian, kenaikan tahta dan sebagainya, bukan hanya batik di Jawa saja, namun kain di Nusantara secara keseluruhan.
Sehingga rasanya jika berbicara harga, Batik buatan tangan yang dibuat berbulan-bulan dengan setiap tarikan nafas dalam menitikkan canting diatas kain tidak perlu dipertanyakan lagi. Seni kuno sacral yang mempertahankan tradisi manualnya hingga saat ini dengan inovasi teknik-teknik yang bermacam-macam menjadi wajah terdepan dalam kekayaan peradaban di Indonesia.
Permintaan produksi yang cukup besar hingga 1500 lembar kain batik setiap bulannya dengan setiap lembar memilki panjang 2,5 sampai 3 meter, membuat bisnis ini bertahan puluhan tahun lamanya. Perpaduan antara visi, misi dan sejarah hingga sampai ke pengerajin yang turun temurun mewariskan kemampuan membatiknya, bukan hanya melalui teknik baku yang dapat dipelajari, namun esensi rasa yang erat kaitannya dengan spiritualitas.
Bagi Mbak. Era, Batik dijadikan sebagai misi agar menginspirasi dunia melalui sejarah dan arti-arti yang dalam, juga bagi anak bangsa agar tahu jati diri bangsanya yang sebenarnya. Walau kebanyakan orang secara eksplisit tahu bahwa setiap motif batik memiliki sejarah dibalik keberadaanya, memang butuh dedikasi untuk banyak menyerap ilmu pengetahuan tentang konsep spiritual yang berhubungan dengan batik dan ceritanya.
Dibalik konsep dan visi yang berat itu, di Indonesia sendiri Batik dirayakan setiap hari Jumat sebagai hari batik, kamu akan melihat banyak orang akan mengenakan batik untuk pergi ke sekolah atau ke kantor, baik pribumi maupun ekspatriat. Pemandangan yang cukup menarik setiap hari Jumat, walau masih jauh untuk memahami cerita dibalik setiap motifnya, Batik akan terus mewarnai kehidupan yang beradab bagi masyarakat Indonesia.
Images Courtesy: Iwan Tirta Batik
0 Comments
FOLLOW ME : INSTAGRAM | BLOGLOVIN | PINTEREST | FACEBOOK | TWITTER